Lapangan pekerjaan yang terbatas serta tuntutan kebutuhan pasar yang meningkat menyebabkan banyaknya pengangguran. Pengangguran sudah menjadi masalah struktural bagi bangsa Indonesia. Banyak hal yang menjadi factor penyebab, baik yang berasal dari aspek internal seperti softskill, sikap, mental, ketiadaan modal financial, cacat tubuh dan sebagainya serta factor eksternal seperti kualitas pendidikan, system ekonomi, system politik yang ada pada suatu negara, dan sebagainya. Angka pengangguran sulit untuk dihilangkan sekalipun pada negara maju, akan tetapi masih dapat diminimalisir dengan berbagai program atau kebijakan yang relevan dalam memecahkan permasalahan tersebut. Di Indonesia, angka pengaguran masih cukup besar, pada tahun 2004, angka pengangguran sebesar 10,2 juta (9,8%), kemudian terus meningkat menjadi 10,8 juta (10,3%) pada tahun 2005 dan 11,1 juta (10,4%) pada tahun 2006. Serupa dengan fenomena kemiskinan, angka pengangguran mengalami penurunan pada tahun 2007 hingga 2009. Pada tahun 2009, angka pengangguran masih sebesar 9,2 juta (8,1%).

Tuntutan kebutuhan pasar semakin meningkat seiring dengan semakin kompetitifnya dunia kerja akibat pengaruh globalisasi dan modernisasi sehingga menghasilkan berbagai inovasi yang harus diimbangi dengan kemampuan setiap individu. Lemahnya kemandirian bangsa Indonesia dalam mengelola kekayaan yang melimpah ruah dengan inovasi dan kreasi merupakan ancaman besar bagi pembangunan bangsa Indonesia, karena akan mempersempit kesempatan kerja yang diakibatkan meningkatnya pencari kerja sedangkan lapangan pekerjaan terbatas. Keterbatasan ini, berasal dari mental masyarakat Indonesia yang lemah akibat budaya malas, sehingga kemampuan yang dimiliki tidak terasah yang akhirnya tumpul sehingga melahirkan manusia Indonesia yang kerdil dalam melihat peluang dengan aset yang melimpah ruah

Manusia sebagai subjek sekaligus objek pembangunan harus menjadi orientasi utama dalam mengembangkan sikap serta mentalitas kemandirian sehingga mampu bersaing ditengah-tengah kehidupan global yang terus berkembang dengan pesat. Kemandirian serta daya saing yang tinggi akan mampu menghasilkan individu yang mampu berfikir untuk menghasilkan dan mengembangkan sesuatu yang lebih kreatif.

Dalam menciptakan manusia Indonesia yang memiliki daya saing serta kemandirian yang tinggi dibutuhkan upaya yang besar dan maksimal, hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan sebagai satu-satunya wahana dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam menjawab tantangan global, pendidikan harus mampu menciptakan dan mengembangkan program-program yang relevan dengan pembangunan atau kebutuhan pasar saat ini. SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) sebagai salah satu jenis pendidikan yang berorientasi pada keahlian tertentu, dipercaya mampu menghasilkan lulusan yang mampu diserap oleh dunia kerja dengan pendidikan kewirausahaan yang dikembangkan sesuai dengan keahlian atau jurusannya.

Kewirausahaan diartikan sebagai proses menciptakan sesuatu nilai yang berbeda dengan mencurahkan waktu dan upaya yang diperlukan, memikol resiko-resiko finansial, psikis, dan sosial yang menyertainya, serta menerima penghargaan atau imbalan moneter dan keputusan pribadi.  Dalam implementasi pendidikan kewirausahaan di SMK, metode pembelajaran yang diterapkan menjadi hal yang krusial, karena metode yang digunakan harus mampu menumbuhkan dan merefleksikan mentalitas kemandirian peserta didik. Metode pembelajaran kewirausahaan yang digunakan, sebaiknya lebih bersifat kontekstual, sehingga peserta didik memiliki keterampilan pemahaman teori yang baik serta melakukan riset pasar atau tugas lapangan sebagai pengalaman untuk menambah motivasi berwirausaha.

Pembelajaran yang aktif dan interaktif menjadi salah satu faktor utama terciptanya pendidikan kewirausahaan yang efektif.  Penerapan pendidikan kewirausahaan di SMK menjadi salah satu pendukung dari program keahlian setiap jurusan atau bidang, seperti bidang bisnis manajemen terdapat jurusan pemasaran, akuntansi, manajemen perkantoran dan lainnya.

Pendidikan kewirausahaan yang diberikan di SMK, akan membentuk pola pikir serta paradigma peserta didik yang awalnya adalah “lulus sekolah mencari pekerjaan, menjadi lulus sekolah menciptakan lapangan pekerjaan”. Dengan adanya pendidikan kewirausahaan di SMK, diharapkan lulusannya mampu menciptakan lapangan kerja sebagai buah dari sikap dan mentalitas kemandirian yang nantinya akan bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan terutama dalam meningkatkan pembangunan bangsa dalam meminimalisir tingkat penganguran yang diakibatkan menipisnya lapangan pekerjaan.